Oleh : IB Oka Windhu B.A.
1. Pengertian Umum Wayang Calonarang
Pada umumnya kalau kita mendengar wayang kulit maka terbayang pada kita
wayang kulit mengambil lakon Parwa atau Ramayana. Kedua jenis
pertunjukan wayang kulit ini dapat berfungsi sebagai penunjang yadnya
maupun sebagai hiburan biasa.
Sebenarnya
selain jenis ini kita masih banyak mempunyai macam wayang kulit yang
agak khusus sifatnya. Khusus dalam arti pengambilan thema ceritranya
maupun khusus dalam bentuk wayangnya. Diantara wayang khusus ini kami
akan ketengahkan wayang kulit Calonarang.
Seperti
biasanya bentuk pertunjukan-pertunjukan wayang, maka wayang calonarang
bias dibawakan dalam bentuk Drama Tari, seperti drama tari Parwa dan
wayang wong yang dilakukan oleh orang; jadi bukan wayang kulit. Drama
tari Calonarang ini disebutkan Calonarang yang juga menggunakan tatacara
drama tari tradisional yang lengkap. Sehingga apa thema cerita drama
tari Calonarang ini bias dibawakan dalam bentuk pertunjukan wayang kulit
dengan bentuk wayang tertentu guna menggambarkan sesuatukarakter tokoh
tertentu pula. Adapun bentuk-bentuk dari pada wayangnya sebagian
terbesar menggambarkan bentuk-bentuk lucu dan menakutkan sehingga kurang
diperhatikan keharmonisan bentuknya, yang penting dapat menggambarkan
sesuatu watak sehubungan dengan penonjolan sifat-sifat black magic atau
ilmua hitam. Hanya sebagian kecil wayangnya berbentuk seperti wayang
pada umumnya yang kita kenal berbentuk baik dan benar-benar harmonis
yaitu raja-raja, patih-patih dan juga beberapa wayang perempuan.
Selainnya sebagai besar bentunya lucu dan aneh.
2. Cara Pementasan dan Iringan
Pementasan
dilakukan pada waktu malam sama dengan pementasan wayang kulit umumnya.
Bahkan pementasan wayang kulit Calonarang ini disamping memerlukan
banten peras wayang dan peras gamelan umum, juga diperlukan sebuah
bebanten khusus karena nanti dalam klimak pertunjukan wayang ini akan
terjadi peristiwa – peristiwa ngtag leyak sehingga suasana pertunjukan
benar-benar menjadi serem dan menakutkan : Karena sifat khusu inilah
diperlukan satu unit banten untuk keselamatan bersama. Menurut
pengamatan kami dan berdasarkan ucapan-ucapan ki dalang pada waktu
“Penyacah Parwa” cara-caranya sama saja dengan pertunjukan wayang kulit
pada umumnya. Dalam hal sama saja dengan pertunjukan wayang kulit pada
umumnya. Dalam hal ini istilah “Nyacah Parwa” kami tulis dalam tanda
petik karena istilah ini rupanya menjadi istilah umum untuk menyebutkan
suatu fase dalam mana ki dalang mulai menggerakkan kayonan setelah habis
megunem dan menguraikan lakon apa yang akan diketengahkan waktu itu.
Pada umumnya “Nyacah parwa” itu dapat kami bagi menjadi 3 bagian besar.
1.
Diceritakan kejadian dunia dengan segala isinya. Termasuk disini
diceritakan sang kawi yang berjasa menyususn cerita suci pewayangan yang
dapat dipakai suri toladan oleh umat manusia.
2.
Mohon ijin pada Sang Kawi untuk diperkenankan mementaskan sebagian dari
pada hasil kawinya itu untuk dijadikan suluh hidup didunia ini.
3.
Selanjutnya diceritakan sekarang keluar beberapa tokoh wayang dalam
cerita itu yang akan memegang peranan dalam cerita selanjutnya.
Dalam
“ngacah parwa” Wayang Calonarang, kami juga dapati upacara ki dalang
yang umum dalam menggambarkan kepada penonton lakon apa yang akan
dibawakannya nanti. Sehingga ucapan-ucapan tersebut kalau penonton mau
benar-benar memperhatikan sudah dapat membayangkan bagian mana dari
cerita-cerita pewayangan itu yang akan diambil nanti. Kiranya untuk
sekesar mengingatkan kembali kami ptikkan sebagian dari pada
ucapan-ucapan “penyacah-parwa” tersegut.
Dadia
ta pira pinten gati punang lawas ikang kala, mijil gatin nira Sang
Hyang Ringgit yana molah cara; pinuduh hira Sang Hyang Adi Parama Kawi
Swara murti. Mijil polah hira Sanhyang Sunyantala. angalangkara sira ta
amunggel pnang tatwa caritera ……….
Selanjutnya
disambung dengan ucapan bahasa kawi yang menerangkan tokoh siapa yang
akan dikeluarkan oleh kidalang tergantung pada ceritera yang akan
dibawakan seperti misalnya ……………. Ceritanen riwijil pun Rakrian patih
Kertayadnya kang lama (Patih Prabu Erlangga) …………… Setelah itu mulailah
tokoh-tokoh wayang yang akan memegang peranan dalam ceritera itu
dikeluarkan untuk berbicara sesuai dengan persoalan apa yang merupakan
pokok dari pada bagian ceritera yang diambil itu. Dalam babak ini
benar-benar terhadap ki dalang diharapkan kemampuannya untuk
menggambarkan kilasan pokok persoalan yang terdapat nanti dalam
keseluruhan pertunjukan.
Disini akan benar-benar dinilai oleh penonton kemampuan dalang dalam bidang :
-
Penguasaan bahasa kawi
-
Kejelasan ucapan
-
Kemampuan dalang dalam mensket ceritera sehingga penonton dapat gambaran umum.
Dengan
penyelesaian secara baik babakl “nyacah parwa” ini maka penonton sudah
mempunyai apersepsi terhadap penampilan-penampilan tokoh dalam
keseluruhan pertunjukan itu. Biasanya dalam pertunjukan wayang
Calonarang ini letak dari pada inti keseluruhannya yalah pada waktu
pertunjukan berjalan setengahnya; dan hari sudah benar-benar larut malam
lewat jam 24.00.
Dimana
benar-benar suasana malam yang larut itu membantu membuat serem dan
ngerinya jalan pertunjukan itu. Pada waktu klimak pertunjukan Ki Dalang
sudah selesai menguraikan pokok ceritera. Sehingga sekarang yang akan
ditonjolkan oleh kidalang yalah merajalelanya kekuatan ilmu hitam dari
pada Rangdengdirah atau Calonarang menghancurkan rakyat. Disini akan
dikeluarkan wayang-wayang pemurtian seperti Rangda, dan ber-macam-macam
wayang yang serem rupanya. Untuk menghadapi kesaktian Rangdengdirah itu
akan dikeluarkan sebuah tokoh wayang yang biasa dikeramatkan oleh
kidalang dan berfungsi sebagai dukun sakti yang akan membasmi dan
memusnahkan ilmu hitamnya si Calonarang. Suasana serem itu akan
bertambah hebat lagi setelah kidalang “ngatag” yaitu memanggil semua
orang-orang yang punya ilmu hitam atau leyak yang berada ditempat itu.
Bahkan
kadang-kadang tokoh wayang berperan sebagai dukun sakti itu akan dapat
menangkap seorang leyak dan sekaligus akan menyebut nama siapa yang
ngeleyak itu. Kadang-kadang juga akan terjadi dialog antara penonton
dengan tokoh balian saktinya kidalang yang minta balian sakti itu mau
nyebutkan nama leyak yang ditangkapnya.
Selanjutnya
nama-nama yang disebutkan oleh tokoh balian sakti itu yalah nama-nama
daripada orang yang mempunyai ilmu hitam atau bias ngeleyak
dimasyarakatnya. Terhadap keberanian seperti ini kidalang mempunyai
beberapa persyaratan :
-
Dalang harus sungguh-sungguh dapat mempertanggung jawabkan kebenaran formil-relegius terhadap orang-orang yang disebut bias ngeleyak itu. Jadi dalang tak boleh ngawur atau membuat-buat karena bias dianggap fitnah.
-
Dalang harus sanggup menghadapi segala akibatnya khususnya akibat gaib yang akan menimpa diri kidalang seandainya orang yang disebut bias ngeleyak itu berani bertanding dengan kidang dalam bidang ilmu hitam. Bahkan kidalang mampus ditempat, kalau pertahanan dirinya lebih rendah daripada leyak yang kebetulan “dalang” atau ditantangnya atau disebutkan namanya melalui balian saktinya itu.
Dalam
hal kidalang belum atau tidak mempunyai persaratan tersebut dia tidak
akan berani berbuat melebihi kemampuannya karena akan berat sekali
akibatnya. Maka itu terhadap dalang wayang Calonarang harus memiliki
kemampuan khusus; menolak kekuatan ilmu hitam disamping persaratan
terhadap dalang pada umumnya harus dimuliki juga. Ini kira-kira juga
merupakan salah satu sebab mengapa dalang Calonarang ini sangat terbatas
adanya.
Sampai
saat ini yang benar-benar berani aktip dan benar-benar sanggup
melaksanakan keseluruhan kewajiban dalang Calonarang sampai “ngatag” dan
“ngadanin” leyak hanya kidalang Mandra dari Sibang Gede Kabupaten
Badung. Rupanya unsure warisan juga merupakan sarat dominant dalam
kemampuan khusus daripada dalang wayang Calonarang ini. Dimana dalang
Mandra ini adalah anak daripada dalang Retig yang sangat terkenal itu.
Dengan melalui saat-saay mengerikan itu, pertunjukan wayang Calonarang
akan diakhiri dberangsur-angsur dari pada Rangdengdirah itu mati dengan
semua murid-muridnya yang langsung diambil kiasnya pada kehidupan
masyarakat ini. Terakhir kejahatan yang berwujud penggunaan ilmu hitam
akan dapat dibasmi dengan menggunakan ilmu juga yaitu ilmu putih atau
“Pengiwa” ilmu hitam akan dikalahkan oleh “penengen” ilmu putih.
Disini
kelihatan besarnya peranan seorang pendeta sakti yang tekun mempelajari
ilmu “pengiwa” ini dan terus mempelajari ilmu pemunahnya atau
penghancurannya sekali, disebut penengah yaitu Empu Bradah. Karena
pertunjukan wayang Calonarang ini memerlukan suasana rame dan meriah
maka untuk suasana pertunjukan wayang kulit ini sangat tepat pengiring
yang dipakainya yaitu batel wayang lengkap. Dimana instrumennya terdiri
dari antara lain :
-
Gender, 4 buah
-
Kendang satu pasang (lanang wadon)
-
Kempluk sebuah
-
Cengceng satu setel
-
Kempur satu buah
-
Suling seperlunya dll.
Gamelan
batel gendel ini sangat baik untuk membantu membentuk bermacam-macam
suasana yang diperluakan, terutama membuat suasana ngeri dikuburan waktu
para leyak merubah rupa dikuburan atau tempat angker lainnya.
Lakon Yang Diambil
Lakonnya
khusus sesuai dengan sifat wayang ini adalah diambil dari sumber pokok
yalah peperangan antara Prabu Erlangga melawan Ni Calonarang dengan para
siswanya. Dan berakhir dengan kekalahan dibalik pemilik ilmu hitam dan
kemenangan berada dibalik Prabu Erlangga dengan bantuan Pendeta Sakti
Empu Bradah. Disamping ini muncul lakon-lakon penyalonarangan lain
merupakan pariasi dari pada ceritera induk ini. Bahkan dari babad
Calonarang yang berpokok pada Prabu Erlangga dengan Randengdirah ini
banyak terdapat versi-versi yang merupakan ranting-ranting dari pokok
ini.
Rupanya
pengambilan lakon Calonarang, kebiasaan yang berlaku dalam Etik
pedalangan umum di Bali berlaku juga pada wayang Calonarang. Yaitu
versi-versi tertentu berkembang dengan suburnya yang merupakan kebebasan
dari pada kidalang untuk mengubah pokok ceritera: “Kawi dalang” dengan
sendirinya harus terikat dengan “bantang cerita” atau pokok-pokok yang
pasti dari pada ceritera induknya. Sebelum kami uraikan pokok
ceriteranya yang kami petik dari pada lontar babad Calonarang rupanya
perlu juga kami tuliskan beberapa baris kalimat aslinya untuk
menggambarkan betapa sebenarnya angker ceritera ini.
Nihan
babad Calonarang, sangkaning jakti ini Calonarang, saking panugrahan
Ida Betari Durgha, kalugrahanirangdengdirah, majaran betara Brahma,
katonton antuk Betara “Mrajapati, semalih ketapak antuk betara Wisnu,
ika sane ngeranayang sakti Ni Rangdengdirah weh sira mangeleyak kala
irika sira adruwe pranakan 8 diri, prasama wruh ngeleyak, sami luwih
sakti, wruh mengrangsukin manusa Luwiring pranakan 1 Ni Guwang, 2 Misa
Wadan da, 3 Ni Larung, 4 Niwaksisa, 5 Ni lenda, 6 Ni Lendi, 7 Ni
Lendhya, 8 Ni Gandhya.
Selanjutnya
kami uraikan pokok ceritera babad Calonarang sebagai berikut :
Tersebutlah Putri Daha bernama Diyah Banuwati yang diusir dari rumah
suaminya karena dituduh sakti, dimana suaminya kedapatan wafat ditempat
tidur bersama Diyah Banuwati dan selanjutnya bertempat tinggal disebuah
alas angker bernama Alas Tanjung Pura. Di dalam alas angker ini mendapat
anugrah dari Betari Durga dimana memang orang yang berhal seperti
inilah justru akan berhasil menjadi pengikut ilmu hitam terbaik. Bersama
ini kami petik dialog antara Diyah Bannowati dengan Dewi Durgha ………
Twi
nanak ta pwa wruh, mangke kadiangapa arepsira, Sri bunya twi guru ning
leyak, wenang nanak humangguh ring anggane Sri bunira, mangkana
lingniya.
-
Singgih pukulun hyang Giri Pati, tumulung sih paduka betari anugraha, didi newruh ranak betari angliyak mawisesa, muah adesti, angleyak, anrang-jana kalih anyetik muah angracun amatteni manusa kabeh.
-
Uduh nanak Ni Dyah Banuwati, Sri bunya kreta lugraha, wenang nanak amejah saluwiring mabayu, mesabda idep tan alah dening guna sakti tan alah dening butha kala dengen muah tan alah dening butha pisacuwil.
Jadi
secara resmi sudah mendapat anugrah dari Betari Durgha. Mulai saat itu
namanya diganti dengan Ni Calonarang (Ca-carita; lo – luwih; ra
–pingit/rahasia) atau bergelar Rangdengdirah atau Campurtalo. Sedangkan
disamping sisyanya sebanyak 8 orang ni Ni Calonarang juga punya putrid
atas “ngustungkara” betara Brahma bernama Ratnamangali. Putri inilah
setelah diperistri Prabu Erlangga ternyata juga sakti dan diusir oleh
Prabu Erlangga sehingga mulailah perang antara Prabu Erlangga dengan
Randengdirah dengan dibantu oleh pandita sakti yang dapat mengalahkan
Calonarang dengan mengambil pustaka pemberian Betari Durgha
“Niscayalingga” dan mengalahkan ilmu hitam dengan ilmu juga. Sehingga
akhirnya Calonarang sebagai pusat ilmu hitam dikalahkan atas bantuan
kesaktian Empu Bradah. Ada juga lontar babad Calonarang mengatakan
Ratnamanggali belum menjadi istri Prabu Erlangga setelah pulang dari
berburu kehutan tempat Ratnamanggali berada dapat penerangan bahwa
Ratnamanggali itu adalah juga akan sakti bias nyeleyak seperti ibunya
Calonarang. Mendengar ini diurungkan maksudnya sehingga hubungan Prabu
Erlangga tak baik dengan Rangdengdirah dan menjadi sebab perang tetapi
bagaimanapun pariasinya tetapi pokoknya tetap yalah ilmu hitam dapat
dikalahkan dengan mempelajarinya dan terus memikirkan ilmu penolak dan
pemunahnya.
Bukan
dengan kekerasan saja bahkan sebagian terbesar penghancuran kesaktian
Ni Calonarang sebagai ilmu hitam dikalahkan dengan ilmu juga.
Fungsinya Dalam Masyarakat
Berbeda
halnya dengan wayang kulit pada umumnya benar-benar mempunyai fungsi
hiburan segar. Disini rupa-rupa nya wayang Calonarang sepanjang
pengamatan kami tidak mempunyai fungsi penunjang sesuatu yadnya.
Sehingga lebih menonjol perananya dalam memberikan hiburan pada
nasyarakat. Sekaligus sebagai hiburan dapat berperanan dalam beberapa
segi antara lain :
-
Pendidikan yaitu dapat membantu Pemerintah dan masyarakat dalam memberikan pendidikan dan pengetahuan pada penonton akan beberapa pengetahuan paedagogis.
-
Merupakan alat koreksi khusus terhadap kejelekan ilmu hitam itu dan sama sekali tidak ada gunanya untuk masyarakat. Kalau penggunaanya untuk destructive saja.
-
Memberikan kesadaran bathin bahwa sesuatu ilmu itu bermata dua. a) Kalau salah penggunaan dapat menghancurkan dunia. b) Kalau tepat penggunaannya dapat berguna bagi umat manusia.
-
Hanya kadang-kadang saja, pernah juga seseorang ngupahnya untuk bebali anak yang menghadapi upacara 3 bulan. Sesuai dengan permintaan sang manumadi (reincarnatie).
Kejadian
ini hanya kadang-kadang saja terdapat, maka itu kami sebutkan sebagai
sesuatu yang agak istimewa. Kalau sampai terjadi dipakai untuk bebali
sesuatu yadnya. Tetapi halnya yang penting harus kita ingat yalah
sekalipun bukan untuk penunjang yadnya, pementasan wayang ini
benar-benar diliputi suasana angker dan keramat sehingga memerlukan
bebanten tertentu.
Free Template Bloggercollection templateHot DealsBERITA_wongANtengSEOtheproperty-developer